Saturday, October 27, 2012

Pengolahan Bijih Emas

 
PENDAHULUAN
DEFENISI PENGOLAHAN BAHAN GALIAN
Pengolahan bahan galian (mineral beneficiation/mineral processing/mineral dressing) adalah suatu proses pengolahan dengan memanfaatkan perbedaan-perbedaan sifat fisik bahan galian untuk memperoleh produkta bahan galian yang bersangkutan. Khusus untuk batu bara, proses pengolahan itu disebut pencucian batu bara (coal washing) atau preparasi batu bara (coal preparation).
Yang dimaksud dengan bahan galian adalah bijih (ore), mineral industri (industrial minerals) atau bahan galian Golongan C dan batu bara (coal). Pada saat ini umumnya endapan bahan galian yang ditemukan di alam sudah jarang yang mempunyai mutu atau kadar mineral berharga yang tinggi dan siap untuk dilebur atau dimanfaatkan. Oleh sebab itu bahan galian tersebut perlu menjalani pengolahan bahan galian (PBG) agar mutu atau kadarnya dapat ditingkatkan sampai memenuhi kriteria pemasaran atau peleburan.
Tujuan Pengolahan Bahan Galian
Keuntungan yang bisa diperoleh dari proses PBG tersebut antara lain adalah :
1. Mengurangi ongkos angkut.
2. Mengurangi jumlah flux yang ditambahkan dalam peleburan, serta mengurangi metal yang hilang bersama slag.
3. Mereduksi ongkos keseluruhan dalam peleburan, karena jumlah tonase yang dileburkan lebih sedikit.
4. Bila dilakukan pengolahan akan menghasilkan konsentrat yang mempunyai kadar mineral berharga relative tinggi, sehingga lebih memudahkan umtuk diambil metalnya.
5. Bila konsentratnya mengandung lebih dari satu mineral berharga, maka ada kemungkinan dapat diambil yang lain sebagai by produck.
Ruang Lingkup
Makalah ini akan membahas tentang logam emas sebagai bahan galian yang tak terbarukan, serta menekankan pada pengolahan bahan galian emas.
(http://1902miner.wordpress.com/2011/09/30/pengolahan-bahan-galian-mineral-processing/ (Diakses 23 Oktober 2011)
DEFENISI DAN MINERALOGI EMAS
Faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan emas
Pengetahuan tentang mineralogy emas sangat diperlukan dalam memahami teknologi pengolahan emas. Keberhasilan atau kegagalan penerpan suatu teknologi pengolahan dapat dimengerti atau dijelaskan oleh kondisi mineralogy batuan (bijih) emas yang sedang dikerjakan. Mineralogy dari batuan (bijih) emas yang dimiliki harus diketahui sebelum menentukan teknologi pengolahan yang akan diterapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perlehan emas dalam pengolahan emas adalah:
1. Mineral-mineral pembawa emas
2. Ukuran butiran mineral emas
3. Mineral-mineral induk
4. Asosiasi mineral pembawa emas dengan mineral induk
Mineral-mineral pembawa emas
Emas urai merupakan mineral emas yang amat biasa editemukan di alam. Mineral emas yang menempati urutan kedua dalam keberadaannya di alam adalah electrum. Minerl-mineral pembawa emas lainnya sangat jarang dan langka. Mineral-mineral pembawa emas antara lain: Emas urai (Au), Elektrum (Au,Ag), kuproaurid Au,Cu), porpesit (Au, Pd), rodit (Au, Rh), emas iridium (Au, Ir), platinum (Au, Pd), emas bismutan Au, Bi), amlgam (Au2Hg3), maldonit (Au2Bi), aurikuprit (AuCu3), roskovit (Cu, Pd)3Au2, kalaveit (AuTe2) krenerit (Au, Ag)Te2, monbrayit (Au, Sb)2Te3, petsit (Ag3AuTe2) mutamanit (Ag, Au)Te, silvanit (Au, Ag)Te4, kostovit (AuCuTe4), nagyagit (Pb5Au(Te,Sb)4S5-8), uyterbogardtit (Ag3AuSb2), aurostibnit (AuSb2), fisceserit (Ag3AuSe3)
Emas urai pada dasarnya adalah logam emas walaupun biasanya mengandung perak yang bervariasi sampai sebesar 18% dan kadang-kadang mengandung sedikit tembaga atau besi. Oleh karena itu warna emas urai bervariasi dari kuning emas, kuning muda sampai keperak-perakan sampai berwarna merah orange. Berat jenis emas urai bervariasi dari 19,3 (emas murni) sampai 15,6 bergantung pada kandungan peraknya. Bila berat jenisnya 17,6 maka kandungan peraknya sebesr 9% dan bila beat jenisnya 16,9 kandungan peraknya 13,2%.
Sementara itu, elektrum adalah variasi emas yang mengandung perak diatas 18%. Dengan kandungan perak yang lebih tinggi lagi maka warna elektrum bevariasi dari kuning pucat sampai warna perak kekuningan. Selanjutnya berat jenis elektrum bervariasi sekitar 15,5-12,5. Bila kandungan emas dan perak berbanding 1:1 berarti kandungan peraknya sebesar 36%, dan bila perbandingannya 21/2:1 berarti kandungan peraknya 18%.
Mineral induk
Emas berasosiasi dengan kebanyakan mineral yang biasa membentuk batuan. Bila ada sulfida, yaitu mineral yang mengandung sulfur/belerang (S), emas biasanya berasosiasi denagn sulfida. Pirit merupakan mineral induk yang paling biasa untuk em,as. Emas ditemukan dalam pirit sebagai emas urai dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran yang bergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik lainnya. Selain itu emas juga ditemukan dalam arsenopirit dan kalkopirit. Mineral sulfida berpotensi juga menjadi mineral induk bagi emas.
Bila mineral sulfida tidak terdapat dalm batuan, maka emas berasosiasi dengan oksida besi (magnetit dan oksida besi sekunder), silikat dan karbonat, material berkarbon serta pasir dan krikil (endapan plaser).
Ukuran butiran mineral emas
Ukuran butiran mineral-mineral pembawa emas (misalnya emas urai atau elektrum) berkisar dari butiran yang dapat dilihat tanpa lensa (bebnerapa nm) sampai partikel-partikel berukuran fraksi (bagian) dari satu mikron (1 mikron= 0,001 mm= 0,0000001 cm). ukuran butiran biasanya sebanding dengan kadar bijih, kadar emas yang rendah dalam batuan (bijih) menunjukkan butran yang halus.
Berikut mineral induk Emas berupa sulfida
pirit (FeS2), arsenopirit (FeAsS), kalkopirit (CuFeS2), kalkosit (Cu2S), kovelit (CuS), pirhoit (FeS2), Glen (PbS), Sfalerit (ZnS), armonit (Sb2S3)
Asosiasi mineral
Dari sudut pandang pengolahan/metalurgi ada tiga variasi distribusi emas dalam bijih. Pertama, emas didiostribusikan dalam retakan-retakan atau diberi batas antara butiran-butiran mineral yang sama (misalnya retyakan dalam butiran mineral pirit atau dibatasi antara dua butiran mineral (pirit). Kedua, emas didistribusikan sepanjang batas diantara butiran-butiran dua mineral yang berbeda ( misalnya dibatas butiran pirit dan arsenopirit atau dibatas antara butiran mineral kalkopirit dan butiran mineral silikat). Dan yang ketiga emas terselubung dalam mineral induk (misal, emas terbungkus ketat dalam mineral pirit).
Sifat Fisik Emas (Au)
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%.
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan endapan plaser
Emas banyak digunakan sebagai barang perhiasan, cadangan devisa, dll.
Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
http://ovan-indra.blogspot.com/2009/10/emas.html (diakses 23 Oktober 2011 )
PENGOLAHAN BIJIH EMAS
Pengolahan Bijih Emas Diawali Dengan Proses kominusi kemudian dilanjutkan dengan proses yang di sebut Metalurgy.
KOMINUSI
Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang mengandung emas dengan tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral emas dari mineral-mineral lain yang terkandung dalam batuan induk.
Tujuan liberasi bijih ini antara lain agar :
• Mengurangi kehilangan emas yang masih terperangkap dalam batuan induk
• Kegiatan konsentrasi dilakukan tanpa kehilangan emas berlebihan
• Meningkatkan kemampuan ekstraksi emas
Proses kominusi ini terutama diperlukan pada pengolahan bijih emas primer, sedangkan pada bijih emas sekunder bijih emas merupakan emas yang terbebaskan dari batuan induk yang kemudian terendapkan. Derajat liberasi yang diperlukan dari masing-masing bijih untuk mendapatkan perolehan emas yang tinggi pada proses ekstraksinya berbeda-beda bergantung pada ukuran mineral emas dan kondisi keterikatannya pada batuan induk.
Proses kominusi ini dilakukan bertahap bergantung pada ukuran bijih yang akan diolah, dengan menggunakan :
  •   Refractory ore processing, bijih dipanaskan pada suhu 100 – 110 0C, biasanya sekitar 10 jam sesuai dengan moisture. Proses ini sekaligus mereduksi sulfur pada batuan oksidis.
  •   Crushing merupakan suatu proses peremukan ore ( bijih ) dari hasil penambangan melalui perlakuan mekanis, dari ukuran batuan tambang <40 cm menjadi 1%)
  • Milling merupakan proses penggerusan lanjutan dari crushing,hingga mencapai ukuran slurry dari hasil milling yang diharapkan yaitu minimal 80% adalah -200#, misalnya dengan menggunakan Hammer Mill, Ball Mill, Rod Mill, Disc Mill , dll.
Seteleah mengalami proses kominusi selanjutnya dihasilkan konsentrat yang selanjutnya di olah di dalam proses yang di sebut Metalurgy, dalam proses metallurgy ada banyak metode yang di gunakan namun dalam pengolahan emas kali ini menitik beratkan pada metode Sianida dan amalgamasi
Proses pemisahan Emas dari konsentrat
Cara memisahkan konsentrat yang di dalamnya ada kandungan Emas,  Konsentrat ini wujudnya seperti pasir.
Proses ini memakai 3 jenis furnace.
(1) Smelting Furnace,
(2) Slag cleaning Furnace,
(3) Converting Furnace, lalu masuk ke pembentuk anoda Cu (diesbut anoda furnace) lalu dicetak bentuknya batangan anoda Cu.
Proses pertama :
(1) Smelting Furnace, konsetrat yang dihasilkan di freeport akan dilebur, disini sudah ditambahkan flux SiO2 dan dihembus udara (biasanya udara bebas dengan kompresor diatur oksigennya 60%). Tujuannya untuk mengoksidasi unsur pengotor utama berupa Fe (oksidasi jadi FeO, Fe3O4) dan mulai kurangi sulfur dalam konsentrat (jadi SO2), lalu masuk furnace no (2)
(2) Slag Cleaning, sesuai namanya disini leburan Cu (masih dibilang Matte) kerena Sulfur masih banyak akan dipisahkan dengan terak/slag yang terbentuk dari proses (1). disini pakai Electric arc furnace, jadi matte yang lebih berat akan dibawah lalu terak/slag akan mengapung diatas sambil terus dipanaskan, disini metal/slag sudah terpisah. Lanjut ke proses (3) untuk menghilangkan Sulfur.
(3) Converting Furnace, proses ini matte diblowing udara + pakai flux batukapur (CaCO3), tujuan utamanya untuk mengoksidasi Sulfur, memakai kapur untuk menjaga komposisi slag (biar tidak kental, Fe3O4 solid tidak bisa diblowing).
Setelah converting Furnace, Sulfur sudah low (0.8%) disebut gold blister (bukan lagi matte). lalu dilanjut ke Furnace untuk cetak anoda Cu blister (sebab perlu elektrowining untuk tahap selanjutnya), dibeberapa proses ada tambahan proses pemurnian untuk dioksidasikan S sampai “light”. Setelah dicetak jadi anoda, Cu anoda akan benar-benar dimurnikan (pengotor S, Au, Ag, Pt, Co, Ni) masih ada dan harus dielektrowining. Katodanya biasanya steel. Pakai larutan CuSulfat + Asam Sulfat + air, jangan lupa arus harus searah, disini metal akan dipisahkan dengan perbedaan sifat kemurniannya (berdasarkan nilai E nol-nya) makanya perlu memakai voltase DC yang tepat, biasanya Cu di (+)0.34V. Nah disini Cu di anode akan larut dilarutan lalu akan menempel di katoda (puritynya bisa mencapai 99%); nah disini baru dibagi antara Cu dan logam yang lebih mulia (Platina, Au, Ag). karena lebih mulia mereka tidak ikut larut, tetapi biasanya membentuk endapan (disebut slime), slime biasanya tidak ikut menempel di katoda (karena tidak larut). Selanjutnya slime ini yang harus diolah lagi. Slime harus dilebur lagi, lalu ++ flux lagi, borax biasanya untuk ikat pengotor. Setelah cair digunakan metode Klorifikasi, dimana akan dipisahkan antara pengotor dengan logam mulia AgCl, AuCl, dll.
Bagaimana memisahkannya ?, masuk lagi ke elektrowining cell dimana tegangannya diatur untuk memisahkan logam mulia didalamnya, lalu dilebur lagi untuk mendapatkan purity
sampai Au 99.99 %.
Proses Pengolahan Emas dengan Sianida
Sianidasi Emas (juga dikenal sebagai proses sianida atau proses MacArthur-Forrest) adalah teknik metalurgi untuk mengekstraksi emas dari bijih kadar rendah dengan mengubah emas ke kompleks koordinasi yang larut dalam air. Ini adalah proses yang paling umum digunakan untuk ekstraksi emas. Produksi reagen untuk pengolahan mineral untuk memulihkan emas, tembaga, seng dan perak mewakili sekitar 13% dari konsumsi sianida secara global, dengan 87% sisa sianida yang digunakan dalam proses industri lainnya seperti plastik, perekat, dan pestisida. Karena sifat yang sangat beracun dari sianida, proses ini kontroversial dan penggunaannya dilarang di sejumlah negara dan wilayah.
Pada tahun 1783 Carl Wilhelm Scheele menemukan bahwa emas dilarutkan dalam larutan mengandung air dari sianida. Ia sebelumnya menemukan garam sianida. Melalui karya Bagration (1844), Elsner (1846), dan Faraday (1847), dipastikan bahwa setiap atom emas membutuhkan dua sianida, yaitu stoikiometri senyawa larut. Sianida tidak diterapkan untuk ekstraksi bijih emas sampai 1887, ketika Proses MacArthur-Forrest dikembangkan di Glasgow, Skotlandia oleh John Stewart MacArthur, didanai oleh saudara Dr Robert dan Dr William Forrest. Pada tahun 1896 Bodländer dikonfirmasi oksigen yang diperlukan, sesuatu yang diragukan oleh MacArthur, dan menemukan bahwa hidrogen peroksida dibentuk sebagai perantara.
Reaksi kimia untuk pelepasan emas, “Persamaan Elsner”, berikut:
4 Au + 8 NaCN + O2 + 2 H2O → 4 Na [Au (CN) 2] + 4 NaOH
Dalam proses redoks, oksigen menghilangkan empat elektron dari emas bersamaan dengan transfer proton (H +) dari air.
(http://d7070ch.blogspot.com/2011/02/proses-pengolahan-emas.html) (diakses 23 Oktober 2011 )

Berikut cara kerja pengolahan Emas dengan Sianida :
Cara Kerja
  1. Bahan berupa batuan dihaluskan dengan menggunakan alat grinding sehingga menjadi tepung (mesh + 200).
  2.  Bahan di masukkan ke dalam tangki bahan, kemudian tambahkan H2O (2/3 dari bahan).
  3. Tambahkan Tohor (Kapur) hingga pH mencapai 10,2 – 10,5 dan kemudian tambahkan Nitrate (PbNO3) 0,05 %.
  4. Tambahkan Sianid 0.3 % sambil di aduk hingga (t = 48/72h) sambil di jaga pH
    larutan (10 – 11) dengan (T = 85°C).
  5. Kemudian saring, lalu filtrat di tambahkan karbon (4/1 bagian) dan di aduk hingga (t= 48h), kemudian di saring.
  6. Karbon dikeringkan lalu di bakar, hingga menjadi Bullion atau gunakan. (metode 1)
  7. Metode Merill Crow (dengan penambahan Zink Anode / Zink Dass), saring lalu
    dimurnikan / dibakar hingga menjadi Bullion. (metode 2).
  8. Karbon di hilangkan dari kandungan lain dengan Asam (3 / 5 %), selama (t =30/45m), kemudian di bilas dengan H2O selama (t = 2j) pada (T = 80°C – 90°C).
  9. Lakukan proses Pretreatment dengan menggunakan larutan Sianid 3 % dan Soda
    (NaOH) 3 % selama (t =15 – 20m) pada (T = 90°C – 100°C).
  10. Lakukan proses Recycle Elution dengan menggunakan larutan Sianid 3 % dan Soda
    3 % selama (t = 2.5 j) pada (T = 110°C – 120°C).
  11. Lakukan proses Water Elution dengan menggunakan larutan H2O pada (T = 110°C –
    120°C) selama (t = 1.45j).
  12. Lakukan proses Cooling.
  13. Saring kemudian lakukan proses elektrowining dengan (V = 3) dan (A = 50) selama
    (t = 3.5j). (metode 3)
Proses Pemurnian (Dari Bullion)
Dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
1. Metode Cepat
Secara Hidrometallurgy yaitu dengan dilarutkan dalam larutan HNO3 kemudian tambahkan garam dapur untuk mengendapkan perak sedangkan emasnya tidak larut dalam larutan HNO3 selanjutnya saring aja dan dibakar.
2. Metode Lambat
Secara Hidrometallurgy plus Electrometallurgy yaitu dengan menggunakan larutan H2SO4 dan masukkan plat Tembaga dalam larutan kemudian masukkan Bullion ke dalam larutan tersebut, maka akan terjadi proses Hidrolisis dimana Perak akan larut dan menempel pada plat Tembaga (menempel tidak begitu keras/mudah lepas) sedangkan emasnya tidak larut (tertinggal di dasar), lalu tinggal bakar aja masing – masing, jadi deh logam murni.
(http://knol.google.com/k) (diakses 24 oktober 2011)
Proses Perendaman
Ada pula proses pengolahan emas dengan perendaman, berikut caranya:
BAHAN
Ore/ bijih emas yang sudah dihaluskan dengan mesh + 200 = 30 ton
Formula Kimia
1. NaCn = 40 kg
2. H2O2 = 5 liter
3. Kostik Soda/ Soda Api = 5 kg
4. Ag NO3 =100 gram
5. Epox Cl = 1 liter
6. Lead Acetate = 0.25 liter (cair)/ 1 ons (serbuk)
7. Zinc dass/ zinc koil = 15 kg
8. H2O (air) = 20.000 liter
(http://knol.google.com/k) (diakses 24 oktober 2011)
Perendaman di Bak Kimia
  1. NaCn dilarutkan dalam H2O (air) ukur pada PH 7
  2. Tambahkan costik soda (+ 3 kg) untuk mendapatkan PH 11-12
  3. Tambahkan H2O2, Ag NO3, Epox Cl diaduk hingga larut, dijaga pada PH 11-12
Percobaan di Bak Lumpur
  1. Ore/ bijih emas yang sudah dihaluskan dengan mesh + 200 = 30 ton dimasukkan ke dalam bak.
  2.  Larutan kimia dari Bak I disedot dengan pompa dan ditumpahkan/ dimasukkan ke Bak II untuk merendam lumpur ore selama 48 jam.
  3.  Setelah itu, air/ larutan diturunkan seluruhnya ke Bak I dan diamkan selama 24 jam, dijaga pada PH 11-12. Apabila PH kurang untuk menaikkannya ditambah costic soda secukupnya.
  4.  Dipompa lagi ke Bak II, diamkan selama 2 jam lalu disirkulasi ke Bak I dengan melalui Bak Penyadapan/ Penangkapan yang diisi dengan Zinc dass/ zinc koil untuk mengikat/ menangkap logam Au dan Ag (emas dan perak) dari larutan air kaya
  5.  Lakukan sirkulasi larutan/ air kaya sampai Zinc dass/ zinc koil hancur seperti pasir selama 5 – 10 hari
  6. Zinc dass/ zinc koil yang sudah hancur kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam wadah untuk  diperas dengan kain famatex
  7. Untuk membersihkan hasil filtrasi dari zinc dass atau kotoran lain gunakan 200 ml H2SO4 dan 3  liter air panas
  8. Setelah itu bakar filtrasi untuk mendapatkan bullion
(http://tambangemasindonesia.com/) (diakses 24 Oktober 2011 )
Teknologi Amalgamasi
Mekanisme Amalgamasi
Air aksa atau merkuri (Hg), pad temperature (suhu) kamar, adalah zat cair. Bila terjadi kontak antara merkuri (zat cair) deengan logam (zat padat), maka ai raks membasahi dan menenbus logam untuk membentuk larutan padat merkuri-logam yang disebut amalgam. Proses yang terjadi disebut amalgamasi. Logam-logam yang dapat membentuk amalgam adalah emas, perak, tembaga, timah, cadmium, seng, alkali dan alkali tanah. Paduan merkuri emas disebut amalgam emas, yang mempunyai rumus kimia dari kombinasi 2 atau bahkan 3 dari 4 rumus kimia berikut ini yaitu AuHg2, Au2Hg, Au3Hg atau AuHg. Kelarutan emas dalam air raksa bertambah dengan naiknya temperature. Paad temperature kamar kandungan emas dalam amlgam kira-kira 0,14% Au, sedangkan pada temperatu 1000C sebesar 0,65% Au. Produk amalgasi bijih emas selanjutnya disebut amalgam, karena tidak hanya mengandung emas melainkan juga logam lain terutama perak dan tembaga.
Ukuran Butiran
Butiran emas yang bebas, tidak terselubung mineral induk, menjadi pasyarat dalam amalgasi, sehingga pembasahan emas dalam bijih emas bervariasi dari yang kasa (bijih emas yang kaya) sampai yang halus (bijih emas yang miskn). Dengan demikian batuan atau bijih perlu dipecah atau digerus sampai diperoleh butiran emas yang bebas (tidak terselubung oleh mineral induk). Namun, kenyataan menunjukkan bahwa butiran emas yang berukuran lebih besar dari 0,074 mmyang dapat diolah dengan teknik amalgamasi.
Gangguan Amalgamasi
Keberhasilan amalgamasi ditentukan oleh dua kondisi, yaitu (1) kondisi mineralogy dari bijih yang diolah dan (2) kondisi pulp (campuran material padat yang halus dan air). Kondisis yang buruk menyebabkan butiran emas tidak dapat dibasahi oleh merkuri dam merkuri terpecah menjadi partikel-partikel halus, sehingga amlgamasi tidak dapat berlangsung secar baik.
Butiran emas yang berasal dari bijih emas primer yang tidak teroksidasi biasanya bersih dan mengkilap. Kondisi ini baik untuk amlgamsi. Namun, butiran emas yang berasal dari bijih yang teroksidasi biasanya kusam dan sering dilapisi oleh oksida besi. Emas kusam mengurangi
kemampuan beramalgamasi dan emas yang dilapisi oksida besi cendrung tidak bias beramalgamasi. Untuk menghindari terdapatnya emas kusam dan emas yang dilapisi oksida besi dapat dicegah secar mekanik (sambil menggerus).
Mineral sulfide terutama sulfide arsen, antimony, bismuth dan besi berpeluang untuk menghasilkan in sulfide (sulfide telarut) di dalam pulp. Ion sulfide dapat menghambat amalgamasi. Penambahan bahan kimia yang dapat memberikan ion-ion timbaldan tembaga dapat menolong untuk mengurangi gangguan ini. Penambahan bahan alkali yang kuat dapat mengurangi gangguan ini.
Apabila minyak pelumas masuk ke gelundung saat menggerus atau pada saat amalgamasi. Minyak dapat berperan mengurangikemampuan amalgamasi. Keberadaannya dalam pulp harus duhindari dengan penambahan kapur yang sedikit.
Penggerusan
Saat penggerusan, kondisi yang perlu diperhatikan adalah jumlah (volume) media penggerus, kecepatan putar barel (gelundung), persentase padatan dalam pulp, dan lamanya penggerusan. Volume media penggerus dapat diatur sehingga media penggers mengisi barel/gelundung sedikit diats setengah isi barel/gelundung. Keceptan putar yang sedemikian rupa menyebabkan media penggerus tidak bergerak di bagian bawah gelundung saja tetappi juga pada suatu posisi sewaktu berputar media penggerus diberikan kesempatan untuk jatuh.
Alat untuk penggerusn dikenal dengan nama ball mill dan rod mill. Alat ini seharusnya memakailiner, pelapisan barel di bagaian dalam yang bergelombang. Permukaan bergelombang ydimaksudkan untuk membantu mengangkat media penggerus sewaktu barel berputar dan untuk mencegah selip diantara media penggerus. Lineer biasanya terbuat dari paduan baj, dan sewaktu- waktu dapat dilepas untuk diganti apabila telah aus. Media penggerus bias berbentuk bola atu batangan. Diameter bola atu batnag penggerus berkisar antara 1-6 inci. Bergantung pada ukuran barel atau gelundung, yang bervariasi antara 18 inci x 24 inci sampai sebesar 4 kakix 6 kaki (dikaitkan dengan ukuran gelundung yang biasa digunakan dalam tahap amalgasi).
Pengikatan Emas oleh Merkuri
Pengikatan emas oleh merkuri atau amalgamasi dapat dilakukan dengan menggunakan 4 jenis cara atau alat yaitu pelat, kantong, penggerusan dan pencampuran. Dari keemapt cara atau alat iniyang akan dibahas adalah hanya amalagasi dengan tekananan dan penggerusan. Alasannya, selain telah dikenal masyarakat, cara ini berfaedah untuk emas yang berkrat dan sulit dmalgamasi, atau amat halus, atau tidak terikat dengan mineral lain, atau dalam bijih uyang menyebabkan merkuri tidak bekerja baik.
Masyarakat menggunakan bael atau gelundung baik untuk penggerusan maupun amlgamasi. Nmun kedua kegiatan ini (penggerusan dan amlgamasi) sebaiknya dipisahkan. Dengan kata lain dua barel atau gelundung seharusnya dimiliki, yang satu memakai liner (untuk penggerusan) dn satu lagi tanpa iner (untuk amlgamasi)
Ukuran yang telah disebutkan dalam pembahasan tentang penggerusan dan perbedaannya adalah bahwa paad tahap amlgamasi (penambahan merkuri ke dalam pulp) media penggerus berjumlah 1 atau 2 batang yang berdiameter 4 atau 5 inci, atau sengh lusin bola bediameter 4 atau 5 inci. Selanjutnya kecepatan putarannya rendah dan lamanya amalgamasi berkisar antara 1 jam sampai beberapa jam. Pulp dan media penggerus mengisi barel atu gelundung dengan kisaran dari sepertiga sampai setengah volume barel. Jika operasi penggerusan penting, operasi amlgamasi memakai 60-80% padatan. Jika amlgamasi saja, operasi dengan 30-50% padatan. Jumlah merkuri yang ditambahkan bergantung pada kadar emas dalam bijih dan jumlah merkuri ditambah apabila kadar emasnya tinggi.
Perolehan Emas
Perolehan emas denag teknologi amlgamasi relative rendah (artinya apabila dibandingkan dengan teknologi sianida). Untuk memperbaiki teknologi amalgamasi (perolehan emas dan kehilangan merkuri) dari tambang rakyat dapat dilakukan dengan penambahan baha kimia dan pengaturan teknik (berat umpan, persentase padatan, waktu giling, dan waktu amalgamasi) perolehan emas dapat mencapai 55%. Air raksa yang hilang sangat kecil (> 1%)
Untuk menentukan perolehan emas perlu diketahui kandungan emas sebenarnya dalam batuan (bijih) di laboratorium. Ada 2 metode yang digunakan yaitu metode gravimetric dan metode dengan alat modern yaitu AAS.
(http://www.scribd.com/doc/33920112/Bahan-galian-Emas) (Diakses 23 Oktober 2011 )
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam menentukan kadar emas yang terdapat dalam berbagai mineral yang ada pada lapisan bumi dapat dilakukan dengan berbagai teknologi yang berkompetensi dalam menghasilkan butiran emas yang dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan asesoris, lapisan logam, filament dan sebagai katalis untuk berbagai reaksi kimia.
Ekstraksi butiran emas dapat dapat dilakukan dengan teknologi amalgamasi dan teknologi sianidasi yang masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Kedua metode tersebut dapat diandalkan untuk menghasilkan emas dalam kuantitas yang tinggi. sedangkan efek dari teknologi pengolahan bijih emas dengan kedua metode tersebut, dapat menghasilkan limbah-limbah yang bersifat toksik yang dapat membahayakan lingkungan sekitarnya.

Sumber :http://1902miner.wordpress.com/bfiabhfcbafhueceaj/pengolahan-bijih-emas/#comment-61

Friday, October 26, 2012

Emas (Au)


 

        Emas adalah unsur kimia dlm tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin: ‘aurum’) dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat, “malleable”, dan “ductile”. Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
        Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%.
        Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu:
  • Endapan primer; dan
  • Endapan plaser.
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan sebagai perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap berbagai mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam berbagai satuan berat gram sampai kilogram.

Koin emas

Emas juga diperdagangkan dalam bentuk koin emas, seperti Krugerrand yang diproduksi oleh South African Mint Company dalam berbagai satuan berat. Satuan berat krugerrand yang umum ditemui adalah 1/10 oz (ounce), 1/4 oz, 1/2 oz dan 1 oz. Harga koin krugerrand didasarkan pada pergerakan harga emas di pasar komoditas dunia yang bergerak terus sepanjang masa perdagangan. Koin Krugerrand khusus (atau biasa disebut proof collector edition) juga diproduksi secara terbatas sesuai dengan tema tertentu. Karena diproduksi terbatas, sering kali harga koin krugerrand edisi proof ini melebihi harga kandungan emas koin tersebut tergantung pada kelangkaan dan kondisi koin khusus ini. Edisi yang cukup digemari dan dicari para investor adalah edisi yang memuat gambar Nelson Mandela.
Terdapat beberapa negara yang memproduksi secara massal koin emas untuk ditawarkan sebagai alternatif investasi, antara lain:
  1. Australia – kangaroo
  2. China – panda
  3. Malaysia – kijang emas
  4. Canada – maple leaf
  5. Inggris – Britannia
  6. Amerika Serikat – eagle dan buffalo
  7. Afrika Selatan – Krugerrand
  8. New Zealand – kiwi
  9. Singapore – lion
  10. Austria – philharmonic
  11. Indonesia – Logam Mulia
Logam Mulia merupakan salah satu Unit Bisnis dari PT Aneka Tambang yang merupakan satu-satunya usaha pemurnian emas dan perak di Indonesia yang bersertifikasi. Logam Mulia memiliki pengakuan dari LBMA (London Bullion Market Association) dan termasuk di dalam Good Delivery List of Acceptable Refiners of Gold Bars sejak 1 Januari 1999.

Harga emas

Beberapa hari ini, emas mengalami penurunan harga seiring dengan meredanya krisis utang yang melilit sejumlah negara eropa seperti yunani dan italia. Harga emas batangan pada hari ini tanggal 16 Januari 2012 berada pada harga Rp. 480,000 an /gram. Sebagai acuan adalah harga Internasional yang berkisar USD 1,640 per Troy Ounce. (1 USD = IDR 9,100 dan 1 Troy Ounce = 31.103 gram)

Endapan emas di Indonesia

Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Perusahaan pertambangan yang mengeksploitasi cadangan emas di Indonesia antara lain:
  1. PT Aneka Tambang, merupakan BUMN
  2. PT Freeport Indonesia
  3. PT Newmont Nusa Tenggara

Ekstraksi Emas

Amalgamasi

Amalgamasi adalah proses penyelaputan partikel emas oleh air raksa dan membentuk amalgam (Au – Hg). Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah, akan tetapi proses efektif untuk bijih emas yang berkadar tinggi dan mempunyai ukuran butir kasar (> 74 mikron) dan dalam membentuk emas murni yang bebas (free native gold).
Proses amalgamasi merupakan proses kimia fisika, apabila amalgamnya dipanaskan, maka akan terurai menjadi elemen-elemen yaitu air raksa dan bullion emas. Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di dalam sebuah retort, air raksanya akan menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap air raksa tersebut. Sementara Au-Ag tetap tertinggal di dalam retort sebagai logam.

Sianidasi

Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan dan proses pemisahan emas dari larutannya. Pelarut yang biasa digunakan dalam proses cyanidasi adalah NaCN, KCN, Ca(CN)2, atau campuran ketiganya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya. Secara umum reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai berikut:

4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O = 4Au(CN)2- + 4OH-
4Ag + 8CN- + O2 + 2 H2O = 4Ag(CN)2- + 4OH-

Pada tahap kedua yakni pemisahan logam emas dari larutannya dilakukan dengan pengendapan dengan menggunakan serbuk Zn (Zinc precipitation). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

2 Zn + 2 NaAu(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O = 2 Au + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2
2 Zn + 2 NaAg(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O = 2 Ag + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2

Penggunaan serbuk Zn merupakan salah satu cara yang efektif untuk larutan yang mengandung konsentrasi emas kecil. Serbuk Zn yang ditambahkan kedalam larutan akan mengendapkan logam emas dan perak. Prinsip pengendapan ini mendasarkan deret Clenel, yang disusun berdasarkan perbedaan urutan aktivitas elektro kimia dari logam-logam dalam larutan cyanide, yaitu Mg, Al, Zn, Cu, Au, Ag, Hg, Pb, Fe, Pt. setiap logam yang berada disebelah kiri dari ikatan kompleks sianidanya dapat mengendapkan logam yang digantikannya. Jadi sebenarnya tidak hanya Zn yang dapat mendesak Au dan Ag, tetapi Cu maupun Al dapat juga dipakai, tetapi karena harganya lebih mahal maka lebih baik menggunakan Zn. Proses pengambilan emas-perak dari larutan kaya dengan menggunakan serbuk Zn ini disebut “Proses Merill Crowe”.

Batubara (C)

   




   Pengertian umum batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
       Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 – 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

Materi pembentuk batu bara

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
  • Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
  • Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
  • Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
  • Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
  • Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Penambangan

Penambangan batu bara adalah penambangan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk pembuatan baja.
Tambang batu bara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris.

Kelas dan jenis batu bara

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
  • Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
  • Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
  • Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
  • Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
  • Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Pembentukan batu bara

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
  • Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
  • Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

Batu bara di Indonesia

Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.[2]

Endapan batu bara Eosen

Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia.[3] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah – Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fasa awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin).[3] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[4]
Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.

Endapan batu bara Miosen

Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah – Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.
Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di Indonesia.
Tambang
Cekungan
Perusahaan
Kadar air total (%ar)
Kadar air inheren (%ad)
Kadar abu (%ad)
Zat terbang (%ad)
Belerang (%ad)
Nilai energi (kkal/kg)(ad)
Prima Kutai PT Kaltim Prima Coal 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Pinang Kutai PT Kaltim Prima Coal 13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)
Roto South Pasir PT Kideco Jaya Agung 24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
Binungan Tarakan PT Berau Coal 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
Lati Tarakan PT Berau Coal 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Air Laya Sumatera bagian selatan PT Bukit Asam 24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)
(ar) – as received, (ad) – air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Sumberdaya batu bara

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

Gasifikasi batu bara

Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai “hujan asam” “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

Bagaimana membuat batu bara bersih

Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai “pyritic sulfur ” karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai “fool’s gold” dapat dipisahkan dari batu bara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan “coal preparation plants” yang membersihkan batu bara dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut “organic sulfur,” dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 — telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah “flue gas desulfurization units,” tetapi banyak orang menyebutnya “scrubbers” — karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.

Membuang NOx dari batu bara

Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak di dalam batu bara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut “staged combustion” karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai “low-NOx burners” dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti “scubbers” yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari “low-NOx burners,” namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.
Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 × 1015 kg atau 1 trilyun ton) total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat ini, diperkirakan setengahnya merupakan batu bara keras. Nilai energi dari semua batu bara dunia adalah 290 zettajoules.[5] Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt,[6] terdapat cukup batu bara untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun.
British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat 909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 × 1014 kg), atau cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru.
Departemen Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika Serikat sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 × 1014 kg), yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of oil equivalent).

Sumber : http://1902miner.wordpress.com/bahan-galian/batubara/

Nikel Laterite

     Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan mengubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
       Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
     Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).
Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:
a. Batuan asal. Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: – terdapat elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya – mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin – mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
b. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting di dalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat mengubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: • penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan • akumulasi air hujan akan lebih banyak • humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
d. Struktur. Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.
e. Topografi. Keadaan topografi setempat akan sangat memengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
f. Waktu. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping : Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.
2. Limonite Layer : Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
3. Silika Boxwork : putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.
4. Saprolite : Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
5. Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.

Sumber : http://1902miner.wordpress.com/bahan-galian/nikel-laterit/

Proses Reduksi Senyawa Logam


        Ada dua jenis reduksi senyawa logam, yaitu reduksi kimia dan reduksi elektrolitik. Kita ketahui bahwa kereaktifan logam menentukan sekali di dalam memilih metode yang akan digunakan. Senyawa-senyawa dari logam dengan kereaktifan rendah kebanyakan mudah direduksi. Sebaliknya senyawa-senyawa dari logam sangat reaktif sukar direduksi.

1. Reduksi Kimia Senyawa Logam
           Ketika sulfida-sulfida dari beberapa logam kurang reaktif dipanaskan, terjadilah proses reduksi. Ion sulfida akan diubah menjadi belerang dioksida. Misalnya Cu2S(s) + O2(g) 2 Cu(l) + SO2(g) Ektraksi logam pada zaman dahulu dimulai dengan menggunakan bara arang sebagai reduktornya. Karbon dan karbon monoksida (CO), mempunyai kemampuan mereduksi beberapa oksida logam menjadi logam. Misalnya 2 CuO(s) + C(s) 2 Cu(l) + CO2(g) CuO(s) + CO(g) 2 Cu(l) + CO2(g) Gas netral seperti metana (CH4), dapat juga digunakan untuk mereduksi tembaga (II) oksida panas menjadi logam tembaga. 4 CuO(s) + CH4(g) 4 Cu(l) + 2 H2O(g) + CO2(g) Namun perlu diingat tidak semua senyawa logam dapat direduksi oleh C atau CH4.

2. Reduksi Elektrolik Senyawa Logam
         Logam-logam dapat diperoleh sebagai produk katode selama proses elektrolisis lelehan senyawa ionik. Misalnya, produksi Na dalam cell Down elektrolitnya adalah menggunakan campuran lelehan narium klorida dan kalsium klorida. Na+ + e- Na(l) (lelehan garam) Energi yang diperlukan suatu produksi untuk mendapatkan lelehan elektrolit memakan biaya besar. Karena itu allternatif elektrolit yang digunakan adalah berupa larutannya. Misalnya tembaga adalah merupakan produk katode di dalam larutan CuSO4.
           Deret kereaktifan logam memberikan dasar dalam melakukan pereduksian senyawa logam. Reduksi kimia umumnya cocok untuk logam-logam berkereaktifan rendah, sedangkan metode elektrolitik dapat digunakan untuk logam-logam pada umumnya. Dimana pemilihan reduksi kimia atau reduksi elektrolitik, pertimbangan ekonomis memberikan keputusan dalam memilih metode tersebut. Praktek yang dilakukan di dalam industri menyimpulkan : Sulfida-sulfida logam yang dalam deret kereaktifannya rendah dapat direduksi dengan pemanasan kuat dalam udara. Misalnya tembaga(I) sulfida Cu2S, nikel(II) sulfida, NiS, dan raksa(II) sulfida HgS. Ion-ion sulfda adalah reduktor, sehingga dioksidasi menjadi belerang dioksida. Pada contoh berikut, ion tembaga (I) dan oksigen direduksi. 
Cu2S(s) + O2(g) 2 Cu(l) + SO2(g) 
Reaksi yang terjadi ini disebut pemanggangan (roasting) sekaligus peleburan (smelting). Oksida-oksida logam yang memiliki posisi rendah sampai menengah pada deret kereaktifan logam dapat direduksi dengan menggunakan kokas pada tanur. Oksida Fe, Pb, dan Sn direduksi dengan cara ini. Ion seng, tembaga, dan nikel direduksi secara elektrolitik pada katode dari larutan garamnya. Peleburan (smelting) dimaksudkan adalah proses reduksi bijih pada suhu tinggi hingga mendapatkan material lelehan. Produk reduksi selama proses pelelehan disebut matte. Matte umumnya berupa campuran sulfida, atau logam dan sulfida, dimana persentase logamnya meningkat sebagai hasil pelelehan. Cotoh lainnya adalah : 
Fe2O3(s) + 3 CO(g) 2 Fe(l) + 3CO2(g) 
Sebagai pengotor (gangue) pada bijih besi ini adalah silikat SiO2, dan untuk menghilangkannya diberikan zat penambah (flux) yaitu
 CaO(s). SiO2(s) + CaO(s) CaSiO3(l) 
Ion-ion kebanyakan logam reaktif seperti Na, K, Ca, Mg dan Al, harus direduksi secara elektrolitik dari lelehan senyawa atau campuran senyawanya. Ion-ion ini tidak dapat dielektrolisis dari larutannya karena air yang akan mengalami reduksi pada katode.

tabel ekstraksi logam
 
Energi yang diperlukan untuk mengekstraksi logam dari senyawanya tertera pada tabel berikut. Energi ini sangat penting untuk mebuat keputusan bagaimana suatu logam paling baik diproduksi dari bijihnya.
Potensial elektrode standar yang telah dikemukakan memberikan pandauan yang sangat baik dalam melakukan ekstraksi logam dari senyawanya. Akan tetapi banyak logam-logam untuk kepentingan industri diekstraksi melalui reduksi oksida-oksidanya. Dalam hal ini reduksi oksida oleh C memegang peranan penting. Makin tinggi suhu dari suatu proses industri, makin mahal proses tersebut dilaksanakan. Oleh karena itu pengetahuan tentang pengaruh suhu pada suatu reaksi perlu diperhatikan. 
  
Mungkin cukup sekian dulu, smoga brmanfaat!!

Sumber : Sebaran Dan Ekstraksi Unsur-Unsur Logam